DPRD Lotim Uji Publik Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
H. Daeng Paelori
SELONG-- DPRD Lombok Timur kini tengah menggelar uji publik Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Dalam agenda tersebut DPRD mengundang berbagai pihak, dalam rangka dengar pendapat prihal hal tersebut. Ada pun pihak yang diudang yakni, seperti kelompok tani, akademisi dan pemerintah daerah melalui dinas terkait.
Wakil Ketua DPRD Lombok Timur, H Daeng Paelori mengatakan, substansi rumusan raperda ini ialah upaya memberikan perlindungan dan pemberdayaan bagi petani.
"Poinnya itu nanti diatur lewat perda," kata Daeng Paelori, kepada media, Selasa (1/12).
Dia mengatakan, nantinya dalam perda itu dapat mengatur berbagai hasil pertanian, khususnya beras. Itupun, sebutnya, jika pemerintah mempunyai keinginan terhadap hal itu.
Hasil pertanian itu diatur untuk konsumi masyarakat setempat. Ia pun tak memungkiri jika hasil pertanian banyak dibawa keluar. Namun terjadi hal sebaliknya, beras yang ada di Lotim juga banyak yang datang dari luar.
Jika produk ini, kata Daeng, ingin diatur dari segi harga, maka buntutnya masyarakat harus memanfaatkannya sendiri. Dampaknya hasil pertanian ini tak boleh dilakukan ekspor.
"Jika produk ini ditentukan harganya maka kota sendiri yang harus memanfaatkan sendiri. Mungkin baru pemda bisa mengatur," terangnya.
Bagi pertanian jenis hortikultura, ujarnya, masih dapat diitervensi. Mekanismenya harus disiapkan prasarana lainnya.
Ia mencontohkan, seperti disediakannya pabrik-pabrik yang bersifat berkesinambungan. Seperti memproduksi saos.
Praktis, jika masyarakat tidak ingin mengganti tanamannya dapat teratasi. Lantaran kebutuhan produksi yang sifatnya berkelanjutan. Hanya saja masalahnya yakni jika over produksi, maka harga pun akan ikut turun.
"Kalau mau mengintervensi ya buatkan pabrik, misalnya pabrik saos. Biayanya tidak mahal kok," ujarnya.
Ia mengakui, arah raperda yang tengah diuji pablik itu belum mengarah ke hal tersebut. Namun, hal itu dapat dilakukan melalui peraturan Blbupati (perbub).
Teknisnya lanjut dia, jika ingin mengontrol harga secara berkesinambungan maka dapat dibangunkan pabrik khusus untuk pertanian hortikultura. Hal itu dapat menjadi salah satu alternatif.
Sementara itu, Lembaga Pemberdayaan Tani dan Ternak (PTT) Selamat Dunia Akhirat, Bahtiar menerangkan, untuk hasil pertanian hortikultura diprediksi harga dapat stabil hanya sampai bulan Arpil. Lantaran itu, ia meminta agar Pemda melakukan persiapan langkah.
"Kita meminta kepada DPRD agar Pemda mempersiapkan menkanisme mempertahankan harga setelah bulan April," pintanya.
Pasca bulan Alril, terangnya, harga cenderung anjlok. Kejadian itu berlansung dapat sampai bulan Oktober.
Karena itu, ia meminta ada jaminan harga hasil pertanian. Menurutnya, dengan harga seribu sampai Rp 5 ribu perkilo saja petani sudah untung.
"Saya ambil contoh tomat dengan harga Rp 4 ribu atau Rp 5 ribu saja sudah memiliki untung," ujarnya.
Jika dikembalikan ke pasar tanpa ada interplvensi pemerintah maka fluktuatlsi harga tetap akan terjadi.
Selama ini, menurutnya, pemerintah hanya menginterplvensi harga dari hasil pertanian berupa padi saja. Itupun, petani padi mengakui tak mendapatkan untung terlalu besar.
"Harapan kami kepada pemerintah hanya dua, jaminkan kami harga dan pasar itu saja agar jelas," tandasnya. (sy)