Sisa Kapal Perang, Rudal dan Bangunan Masih Disaksikan
SISA BANGUNAN: Sumarlin menunjukan sisa bangunan yang dibuat tentara Jepang di Pademekan.
SELONG-- Mafhum bagi banyak orang bahwa Desa Belanting merupakan salah satu desa yang berada di ujung utara Lombok Timur.
Nyaris sepanjang permukaan daratan desa ini konturnya cukup kasar. Sepanjang daratannya terdiri dari perbukitan dan hutan belantara.
Secara administratif, desa ini masuk dalam kawasan Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur. Lantaran permukaannya yang terdiri dari perbukitan, desa ini dikenal kerap dilanda bencana. Banjir bandang.
Untuk sampai di desa ini, pengunjung harus menempuh jarak sekitar 69,2 km dari pusat Kota Selong, ibukota Kabupaten Lombok Timur. Pengunjung akan dmemakan waktu hingga 1,5 jam menempuh perjalanan untuk sampai di lokasi.
Di desa ini, tepat di lokasi wisata pasir hitam Pedamekan, tersimpan bukti sejarah peninggalan kolonialisme Jepang. Di desa ini masih bisa ditemukan serpihan kapal perang.
Kepada JEJAK LOMBOK, penemu serpihan itu, Sumarlin menuturkan, 15 tahun yang lalu ia menemukan serpihan benda bersejarah berupa potongan kapal. Belakangan, serpihan kapal itu merupakan milik armada laut Dae Nipon.
"Saya menemukan benda ini di tengah laut saat menyelam menangkap ikan bersama para nelayan di sini," ungkapnya, Minggu (29/11).
Merasa penasaran, Sumarlin bersama warga mengangkat benda tersebut hingga ke pinggir pantai. Benar saja, setengah dari badan kapal perang itu disaksikan bersama masyarakat lainnya.
Namun, sangat disayangkan kala itu, lanjutnya, masyarakat masih awam. Praktis potongan benda sejarah itu dipecah belah hingga tak tersisa.
Ia sendiri masih menyimpan selongsong rudal balistik yang juga diambil kala itu. Ia menyimpannya lantaran termotivasi bahwa benda itu sebagai bukti sejarah.
SELONGSONG PELURU: Wartawan Jejak Lombok menunjukkan selongsong peluru milik tentara Jepang. |
Rasa penasaran Sumarlin masih tersisa pasca penemuan itu. Ia pun menggali informasi tentang benda tersebut kepada orang tua terdahulu bernama Sutri.
Berdasarkan informasi yang diberikan lelaki tua yang kerap dipanggil Papuq Sutri (kakek Sutri), benda tersebut diketahui kapal milik Jepang yang terpecah dihantam bom pesawat Belanda. Konon, di sekitar perairan itulah dahulu tentara Jepang bersembunyi dengan cara menyelimuti kapal perangnya menggunakan rumpun dedaunan yang lebat hingga membentuk pulau.
Kala itu, lanjutnya, kapal Belanda yang datang dari arah laut kalimantan mengetahui kapal milik Jepang yang bersembunyi itu. Tak lama kemudian, ia menghantam kapal tersebut melalui serangan udara hingga terpecah menjadi dua.
Tidak diketahui secara pasti letak pecahan setengah badan kapal tersebut. Namun diperkirakan sisa benda sejarah lainnya yang belum diangkat masih tersimpan di dalam laut.
Bersamaan dengan itu, sebagian pasukan Jepang yang masih hidup melarikan diri. Mereka kocar-kacir menyelamatkan diri menuju hutan yang tidak jauh dari lokasi pasir hitam Pedamekan.
Di tengah hutan tersebut, tuturnya, masih tersisa bekas bangunan beserta benda lainnya yang tertanam. Bekas bangunan tersebut masih dapat disaksikan hingga saat ini.
Sementara itu, tokoh pemuda desa Belanting, Syarifudin mengungkapkan, tidak hanya di tengah laut, serpihan benda sejarah lainnya sangat gampang ditemukan di ladang milik warga. Ia menyebut, peluru aktif zaman kuno masih dapat ditemukan di areal ladang milik warga setempat.
Ia sendiri, tak jarang menemukan benda itu dikala hendak berladang. (hs)
Bersambung...
0 comments:
Post a Comment