Ilustrasi
SELONG--Pernikahan dini terus menjadi momok bagi kalangan remaja. Selain pertimbangan kesehatan reproduksi, pernikahan dini menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan ekonomi langgengnya hubungan rumah tangga.
Baru-baru ini, pemerintah telah merevisi kebijakan aturan usia ambang batas diperbolehkan menikah. Remaja yang boleh menikah dipastikan sudah harus berusia 19 tahun.
Ketetapan regulasi ini diatur dalam UU nomor 19 tahun 2019. Dimana sebelumnya, usia boleh menikah yakni 18 tahun.
Selain itu, ada peraturan yang menetapkan penyimpangan batasan usia pernikahan yang hanya dapat dimohonkan dispensasi ke pengadilan. Namun demikian, regulasi ini faktanya belum mampu menekan angka pernikahan dini.
Di Lombok Timur misalnya. Angka pernikahan dini masih marak terjadi. Tercatat, ada tiga kecamatan di daerah ini sebagai penyumbang terbesar angka pernikahan dini.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur, H Ahmat mengungkapkan, jumlah pernikahan dini di Lotim sejak 2018 lalu terus mengalami peningkatan. Hal itu berdasarkan data yang dihimpun dari petugas KB tingkat kecamatan.
"Sejak 2018 lalu angka pernikahan dini di Lotim terus meningkat," ucapnya, Kamis (28/1).
Dia menyebutkan, awal tahun 2021 tiga kecamatan menjadi penyumbang angka pernikahan dini yang cukup signifikan. Tiga kecamatan itu yakni Jerowaru, Masbagik dan Labuhan Haji.
Kuat dugaan kasus ini didongkrak oleh dorongan para orang tua. Karena itu, pihak DP3AKB kedepan bakal melibatkan seluruh unsur menekan angka pernikahan dini tersebut, termasuk organisasi Persatuan Perempuan (Perpu).
H Ahmat menyakini dengan memfungsikan penuh unsur yang dimiliki akan dapat membantu menekan angka pernikahan dini di Lotim.
"Untuk menekan angka pernikahan dini, kita akan libatkan semua unsur yang kita miliki hingga tingkat kecamatan," tegasnya.
Selanjutnya, H Ahmat menyebut PR besar pemerintah lainnya yaitu kasus pemerkosaan gang juga marak di Lotim. Kasus ini menjadi urutan kedua dengan menyusul kasus pernikahan dini.
Pada kasus ini, jelasnya, keterlibatan orang tua dinilai sangat penting dalam membantu menekan angka pemerkosaan. Tingginya kasus pemerkosaan ini diduga kuat disebabkan oleh kebebasan anak mengakses media sosial.
Ia menyebut, di Lombok Timur tidak sedikit orang tua yang gaptek. Akibatnya kontrol terhadap penggunaan medsos oleh anak tidak dapat dilakukan. Lebih-lebih pemerintah telah menerapkan belajar daring di musim pandemi.
"Para orang tua di daerah kita banyak yang gaptek, sehingga tidak dapat melakukan kontrol terhadap anak," ucapnya. (hs)
Pantesan dapat musibah ternyata ini to klakuannya
ReplyDeletePantesan dapat musibah ternyata ini to klakuannya
ReplyDelete