Monday, December 28, 2020

Korupsi Dermaga Gili Air P21, Marching Band Jalan di Tempat

WAWANCARA: Direskrimsus Polda NTB, Kombes Pol I Gusti Putu Gede Ekawana saat diwawancara wartawan.

MATARAM
--Memasuki pengujung tahun 2020, Polda NTB masih menyisakan pekerjaan rumah dalam pengungkapan kasus korupsi. Setidaknya masih dua kasus belum tuntas hingga saat ini.

Kedua kasus itu yakni, kasus dugaan korupsi marching band di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB dan Dermaga Gili Air di Lombok Utara.

"Untuk kasus korupsi Gili Air sudah P21," ungkap Direskrimsus Polda NTB, Kombes Pol I Gusti Putu Gede Ekawana, dalam jumpa pers akhir tahun Polda NTB, Selasa (29/12).

Dalam kasus dermaga apung Gili Air ini, terdapat militan rupiah kerugian negara. Dimana proyek tersebut dibangun dari sumber anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) 2017.

Sedikitnya ada 5 tersangka yang ditetapkan dalam kasus itu. Mereka yakni AA, mantan Kabid di Dishublutkan KLU sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dua lainnya yakni pihak rekanan ES dan SU. Sisanya yakni LH dan SW.

Kelimanya ditetapkan tersangka dari hasil penyelidikan polisi yang menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam pembangunan proyek itu. Dimana dalam proyek itu polisi menemukan ketidaksesuaian spek serta volume pekerjaan. Padahal, realisasi pencairan anggaran 100 persen.

Diketahui, proyek dermaga apung Gili Air ini paginya Rp 6,6 miliar. Dimana nilai kontraknya  Rp 6,28 miliar dan dimenangkan PT GMS asal Jakarta.

Masih dalam penyelidikan polisi, dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus ini sekitar Rp 1,24 miliar.

Jika dalam kasus ini sudah menemui kemajuan, berbeda dengan kasus dugaan korupsi marching band. Hingga saat ini, kasus tersebut masih jalan di tempat. 

Sejauh ini, Polda NTB telah menetapkan dua orang tersangka. Mereka yakni mantan Kasi Kelembagaan dan Sarpras Bidang Pembinaan SMA Dikbud NTB, MI. Sementara dari pihak rekanan yakni CV Embun Emas berinisial LB.

Kasus yang menyeruak sejak 2017 lalu ini dalam proses pengadaannya dibagi dalam dua paket. Paket pertama dibuat sebagai belanja modal dengan nilai HPS Rp 1,6 miliar dari pagu anggaran Rp 1,7 miliar.

Dalam paket ini, CV Embun Emas memenangi tender dengan penawaran Rp 1,5 miliar. Marching band pada paket pertama ini dibagi ke lima SMA/SMK negeri.

Berikutnya, paket kedua disusun sebagai belanja hibah untuk pengadaan bagi empat sekolah swasta. Harga Perkiraan Sementara (HPS)-nya senilai Rp 1 miliar. Dimana CV Embun Emas kembali menjadi pemenang tendernya dengan harga penawaran Rp 982 juta.

Dalam kasus itu kerugian negara berdasarkan hasil perhitungan BPKP Perwakilan NTB sebesar Rp 702 juta. 

Terhadap kasus ini, Ekawana menegaskan, pihaknya masih menyamakan persepsi dengan Kejaksaan terkait jumlah kerugian yang ditimbulkan dalam kasus tersebut.

Mengingat kasus ini mulai digarap sejak 2017, Ekawana menepis jika kasus ini lambat ditangani. Pihaknya masih terus berkoordinasi dengan pihak kejaksaan. 

"Sebenarnya bukan lambat, tapi masih perlu koordinasi dengan kejaksaan terkait konten kerugian negara," tandasnya. (jl)

0 comments:

Post a Comment

Contact

Talk to us

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Dolores iusto fugit esse soluta quae debitis quibusdam harum voluptatem, maxime, aliquam sequi. Tempora ipsum magni unde velit corporis fuga, necessitatibus blanditiis.

Address:

9983 City name, Street name, 232 Apartment C

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 5pm

Phone:

595 12 34 567